Langsung ke konten utama

Hari perpisahan yang tak pernah siap aku hadapi.

 Hari ini, 3 Juni 2025, adalah hari yang penuh rasa kehilangan dan keheningan. BHC — tempatku bekerja, tempat yang selama ini terasa seperti rumah karena sosok Rich — resmi berpindah tangan. Hari ini jadi hari pertama aku benar-benar tidak lagi bekerja di bawah dia. Rasanya… hampa. Seperti satu bagian dari pertahananku dicabut.

BHC resmi berpindah tangan. Dan untuk pertama kalinya sejak aku bekerja di Korea, aku merasa benar-benar kehilangan rumah.
Bukan hanya tempat kerja — tapi “rumah”, dalam arti yang paling emosional.
Karena di balik semua keributan dapur, tekanan kerja, dan lelahnya hari-hari… di sana ada satu orang yang membuat semuanya terasa aman: Rich.

Aku sadar, keputusan menjual BHC bukan hal yang mudah untuk Rich. Aku tahu dia lelah, aku tahu keuntungannya kecil, dan aku tahu ini pilihan terbaik untuknya. Tapi tetap saja, aku tidak bisa membohongi diriku sendiri. Aku sangat sedih. saat semuanya benar-benar terjadi, aku seperti anak kecil yang ditinggal tanpa pelindung. Aku menangis hari ini. Bukan karena aku cengeng. Tapi karena aku benar-benar merasa ditinggal.


Tadi sore, seperti biasa, aku tanya ke teman-temanku mau makan apa.
Opa Dongsok bilang, “Nanti aja tanya ke bos baru.”
Aku pun menunggu. Sampai jam hampir menunjukkan pukul 7 malam, bos baru itu gak muncul-muncul lagi. Pergi entah ke mana.
Di dalam hati aku udah ngerasa aneh… ada rasa sepi yang mulai pelan-pelan muncul. Tapi aku tahan.

Lalu tiba-tiba, Rich datang ke dapur.
Langkahnya biasa aja. Tapi kehadirannya bikin semuanya terasa beda — kayak ada “nyawa” yang balik ke tempat ini.

Dia gak langsung nanya soal makan.
Dia bilang dulu, “Besok ada 40 pesanan ayam. mulai goreng dari jam 4”
Kalimat itu… kalimat sederhana itu yang justru bikin dadaku sesak.

Karena aku sadar: besok gak akan ada dia lagi di dapur.
Gak akan ada suara nyanyi-nyanyian kecil sambil goreng ayam.
Gak akan ada candaan-candaan capek yang bikin suasana tetap hidup.
Dan aku… akan berdiri sendiri di sana.
Dengan semua memori yang masih hangat, tapi orangnya sudah gak ada.

Dia kemudian tanya kami, “Sudah makan belum?”
Aku jawab, “Belum. Nanti nunggu opa Dongsok.”

Tapi kalimat itu — tanya “sudah makan atau belum” — rasanya bukan basa-basi.
Itu bentuk peduli yang masih dia bawa, bahkan disaat bukan dia pemiliknya lagi.
Dan itu yang bikin aku gak kuat.
Aku bukan menangis karena ditanya makan. Aku menangis karena dia masih peduli… padahal dia udah gak di sini lagi.

Tiba-tiba, emosi di dadaku menumpuk. Bahkan ketika aku coba menahan air mata di dapur, rasa itu terlalu kuat. Air mata yang sejak tadi aku tahan akhirnya jatuh juga. Aku bersembunyi di dekat kulkas agar tak ada yang melihat, tapi Vivi malah memberitahu Rich. Aku malu. Aku marah ke diri sendiri karena keliatan lemah.Tapi sesungguhnya… aku cuma benar-benar kehilangan. 

Lalu…
Gak lama setelah itu, dia lewat pintu samping dapur dan tanya, “Mau ramyeon gak?”
Teman-temanku nolak, tapi aku bilang, “sedikit aja.” Dia memberiku ramyeon dengan 1 telur diatas yang sangat lezat. Aku pikir itu karyawannya yang memasaknya untukku. Saat aku makan air mataku menetes karena aku merasa dia sangat peduli denganku. 

setelah selesai makan, Xiao yang bilang: “Itu Rich yang masak sendiri buat kamu.” Saat itu hatiku pecah. Aku merasa sangat dilindungi. Seperti anak kecil yang merasa aman saat sosok pelindungnya hadir. Hanya suaranya saja bisa membuatku tenang. Aku menangis diam-diam lagi.

Setiap suapan bukan cuma makanan… tapi rasa hangat, rasa aman, rasa… seperti ada seseorang yang benar-benar peduli padaku.
Kalau aku bisa jujur: cuma dengan mendengar suara dia aja, aku ngerasa hidupku aman. Aku sangat menghargainya. Hingga ku habiskan ramyeon itu tanpa tersisa sedikitpun. 


Tapi malam ini juga aku sadar… semuanya sudah berubah. Dia bukan bosku lagi. Aku tidak bisa berharap ada lagi perlindungan itu. Dan aku tahu dia punya istri dan anak, jadi aku tak bisa sembarangan menunjukkan perasaanku. Tapi aku sungguh ingin dipeluk hari ini. Aku ingin menangis di pelukan seseorang. Aku ingin merasa tidak sendiri. Tapi tidak ada siapa-siapa.

**
Yang lebih menyakitkan adalah:
Dari kecil, aku sudah terbiasa sendiri.
Sudah terlalu sering merasa ditinggal.
Tapi hari ini, semua luka itu seperti dibuka ulang.
Bukan karena kehilangan pekerjaan, tapi karena kehilangan satu-satunya orang yang membuatku merasa aku ini ada.

Dan sekarang?
Aku kembali sendiri.
Berjalan sendiri.
Dengan hati yang berusaha ikhlas, meski di dalamnya penuh air mata yang belum sempat berhenti.

Tapi aku tahu…
Tuhan tidak pernah beri beban tanpa maksud.
Aku hanya belum tahu apa maknanya hari ini.
Tapi aku yakin… aku masih hidup karena masih ada sesuatu yang harus aku perjuangkan.
Meskipun berat.
Meskipun sunyi.

Tapi malam ini…
Biarkan aku menangis dulu.
Untuk terakhir kalinya.
Karena besok… aku harus kuat lagi.














Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Praktikum Pengamatan Struktur Jamur Tempe dan Jamur Oncom

LAPORAN PRAKTIKUM PENGAMATAN STRUKTUR JAMUR Disusun Oleh   :   Dian Andriani Kelas                :   X-MIA 2 SMA NEGERI 25 BANDUNG 2014/2015   Kata Pengantar Puji syukur kepada tuhan yang maha Esa, berkat Rahmat dan izinnya, saya dapat menyelesaikan makalah laporan Praktikum Pengamatan Struktur Jamur. Makalah ini sebagai hasil   laporan Praktikum Pengamatan Struktur Jamur Tempe dan Jamur Oncom . Laporan ini berdasarkan atas eksperimen dan berdasarkan atas fakta – fakta dari sumber –sumber terpercaya. Tak lepas dari kekurangan, saya sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi karya yang lebih baik dimasa mendatang. Besar harapan saya semoga makalah ini membawa manfaat khususnya bagi saya dan bagi pembaca pada umumnya. Bandung, 8 Desember 2014 Penulis ...