Bukan hanya tempat kerja — tapi “rumah”, dalam arti yang paling emosional.
Karena di balik semua keributan dapur, tekanan kerja, dan lelahnya hari-hari… di sana ada satu orang yang membuat semuanya terasa aman: Rich.
Aku sadar, keputusan menjual BHC bukan hal yang mudah untuk Rich. Aku tahu dia lelah, aku tahu keuntungannya kecil, dan aku tahu ini pilihan terbaik untuknya. Tapi tetap saja, aku tidak bisa membohongi diriku sendiri. Aku sangat sedih. saat semuanya benar-benar terjadi, aku seperti anak kecil yang ditinggal tanpa pelindung. Aku menangis hari ini. Bukan karena aku cengeng. Tapi karena aku benar-benar merasa ditinggal.
Opa Dongsok bilang, “Nanti aja tanya ke bos baru.”
Aku pun menunggu. Sampai jam hampir menunjukkan pukul 7 malam, bos baru itu gak muncul-muncul lagi. Pergi entah ke mana.
Lalu tiba-tiba, Rich datang ke dapur.
Langkahnya biasa aja. Tapi kehadirannya bikin semuanya terasa beda — kayak ada “nyawa” yang balik ke tempat ini.
Dia gak langsung nanya soal makan.
Dia bilang dulu, “Besok ada 40 pesanan ayam. mulai goreng dari jam 4”
Kalimat itu… kalimat sederhana itu yang justru bikin dadaku sesak.
Tiba-tiba, emosi di dadaku menumpuk. Bahkan ketika aku coba menahan air mata di dapur, rasa itu terlalu kuat. Air mata yang sejak tadi aku tahan akhirnya jatuh juga. Aku bersembunyi di dekat kulkas agar tak ada yang melihat, tapi Vivi malah memberitahu Rich. Aku malu. Aku marah ke diri sendiri karena keliatan lemah.Tapi sesungguhnya… aku cuma benar-benar kehilangan.
Gak lama setelah itu, dia lewat pintu samping dapur dan tanya, “Mau ramyeon gak?”
Teman-temanku nolak, tapi aku bilang, “sedikit aja.” Dia memberiku ramyeon dengan 1 telur diatas yang sangat lezat. Aku pikir itu karyawannya yang memasaknya untukku. Saat aku makan air mataku menetes karena aku merasa dia sangat peduli denganku.
setelah selesai makan, Xiao yang bilang: “Itu Rich yang masak sendiri buat kamu.” Saat itu hatiku pecah. Aku merasa sangat dilindungi. Seperti anak kecil yang merasa aman saat sosok pelindungnya hadir. Hanya suaranya saja bisa membuatku tenang. Aku menangis diam-diam lagi.
Kalau aku bisa jujur: cuma dengan mendengar suara dia aja, aku ngerasa hidupku aman. Aku sangat menghargainya. Hingga ku habiskan ramyeon itu tanpa tersisa sedikitpun.
**
Yang lebih menyakitkan adalah:
Dari kecil, aku sudah terbiasa sendiri.
Sudah terlalu sering merasa ditinggal.
Tapi hari ini, semua luka itu seperti dibuka ulang.
Bukan karena kehilangan pekerjaan, tapi karena kehilangan satu-satunya orang yang membuatku merasa aku ini ada.
Dan sekarang?
Aku kembali sendiri.
Berjalan sendiri.
Dengan hati yang berusaha ikhlas, meski di dalamnya penuh air mata yang belum sempat berhenti.
Tapi aku tahu…
Tuhan tidak pernah beri beban tanpa maksud.
Aku hanya belum tahu apa maknanya hari ini.
Tapi aku yakin… aku masih hidup karena masih ada sesuatu yang harus aku perjuangkan.
Meskipun berat.
Meskipun sunyi.
Tapi malam ini…
Biarkan aku menangis dulu.
Untuk terakhir kalinya.
Karena besok… aku harus kuat lagi.
Komentar
Posting Komentar